TANGGAPAN TENTANG: QUO VADIS MEDIA KRISTEN?

Ketika membaca judul ini, timbul pertanyaan spontan, eh iya… apa memang sulit berkembang ya media cetak di lingkungan Kristen atau gereja? Paling yang saya lihat sebatas Warta Jemaat yang berisi laporan2 keuangan, dan pengumuman kegiatan-kegiatan gereja. Media cetak lain yang nongol mungkin si Saat Teduh atau si Wasiat. Berapa bulan sekali kadang-kadang muncul majalah Berkat dan SUKITA, yang dibagikan ke jemaat gratis. Terkadang saya dapat terkadang tidak. Di toko buku jemaat  kami memang menjual juga majalah rohani “B”, dengan harga Rp 17.500,- dan ini ternyata disukai pembaca dan cukup laris.

Awal 1980-an, saya masih ingat, GKI Taman Cibunut Bandung menerbitkan majalah pemuda yang cukup keren dengan penampilan “gaul” dan diminati pemuda remajajemaat  setempat. Kepopulerannya meluas ke seluruh Jawa karena dikirim ke Komisi-komisi pemuda jemaat lain di lingkup GKI. Pengaruhnya sempat membuat Komisi Pemuda GKI Ngupasan Yogyakarta ikut menggagas penerbitan majalah pemuda “alpha omega”, beberapa anggota redaksinya memang sebelumnya pernah kuliah di Bandung dan ikut aktif di dapur majalah pemuda GKI Taman Cibunut. Rubrik-rubrik yang disajikan cukup menarik bagi pemuda saat itu dan redaksi mencoba menjalin komunikasi dua arah dengan pembacanya, cukup baik dan berhasil. Apakah majalah-majalah pemuda ini bertahan terus?

Setelah beberapa tahun, majalah-majalah pemuda ini seolah kehabisan nafas untuk terus marathon, sempat di jemaat kami, GKI Diponegoro Surabaya, muncul pula majalah pemuda remaja EKKLESIA,  saya dipercaya pengurus Komisi untuk menjadi Ketua Redaksinya, eh  akhirnya  juga beredar 2-3 tahunan saja.. Mengapa majalah yang justru menampilkan berita-berita baik untuk kemajuan pemuda remaja malah perlahan tapi pasti masuk ke liang kubur? Bagaimana dengan perkembangan media cetak  (majalah-majalah) Kristen untuk dewasa, apakah juga mengalami pasang surut seperrti majalah-majalah sebelumnya? Apa sih tantangannya untuk membuat sebuah media cetak berkembang di lingkungan gereja, rasanya begitu sulit, banyak yang muncul tak kurang yang gugur.

TANTANGAN

Media cetak kristiani harus disadari merupakan sebuah media dengan pesan ganda, kalau media cetak sekuler hanya membahas masalah sebatas pengetahuan umum,  media cetak kristiani membahas masalah-masalah dunia dengan ditambah cara dan sudut pandang Allah, dengan hikmat Allah. Diperlukan dua ketrampilan sekaligus, ketrampilan dalam menulis yang berbobot dan juga pemahaman yang benar tentang iman kristiani penulisnya. Menemukan atau membina seorang untuk menjadi penulis Kristen yang handal ternyata perlu upaya ekstra, ya kemauan ekstra, ya dana ekstra, ya waktu ekstra, ya kerelaan ekstra. Siapa yang mau?

tantangan dari dalam

Pendeta? Ya, pendeta atau lulusan sekolah/seminari Alkitab di satu sisi memang memiiki pengetahuan alkitabiah dan iman yang (seharusnya) berbobot, kan tinggal diberi ketrampilan menulis dan berlatih terus, lalu  akhirnya jadi penulis Kristen yang bagus. Kenyataannya dari sekian ratus pendeta GKI hanya segelintir saja yang mau berupaya ekstra untuk menjadi penulis, seperti Andar Ismail, Robby Chandra, Imanuel Nurcahyo, Sam Gosana (tidak berbasis jemaat lagi),  Alm. Eka Dharma Putera, Wahyu Pramudya dan beberapa lainnya. Kalau seorang pendeta memegang sebuah jemaat, maka memang perlu upaya ekstra keras untuk menjadi trampil menulis. Jarang sekali, kalau tidak mau dikatakan belum pernah, jemaat setempat, klasis, atau sinode sengaja memilih, mengirim dan membiayai pendetanya atau lulusan theologi untuk mendalami tulis menulis (literatur) secara profesional dan menjadi tenaga kategorial profesional di bidang ini.

Kalaupun ada jemaat yang punya talenta dan kemauan untuk menerjuni dunia menulis secara serius, maka gereja enggan “melirik” ke bidang pelayanan ini, apalagi menyediakan dana dan menyekolahkan. Maka akan selamanya tidak pernah muncul sumberdaya yang kompeten di bidang literatur pada jemaat itu. Di Surabaya, Bp. Xavier Quentin Pranata dapat kita jadikan contoh, lulusan fakultas Sastra yang produktif menulis dan bukunya telah banyak terbit ini, memilih juga membekali diri dengan mengambil program pasca sarjana di bidang theologi,  juga Ketua Redaksi Berkat sendiri, Bapak Willy Purwosuwito yang melengkapi diri dengan belajar di sekolah Alkitab.

Katalog yang diterbitkan Sekolah Tinggi Theologia Bandung,  Literatures and Bible Studies, memaparkan lima hambatan yang dialami literatur Kristen : Pertama, bidang ini masih dianggap sepele, yang penting ada yang tergerak melayani lalu diberi tugas untuk menerbitkan buletin. Kedua, ketrampilan menulis dan mendisain masih ‘asal-asalan’. Ini membuat kita kekurangan penulis dan pendisain yang berkualitas. Ketiga, tidak mempunyai pengetahuan berorganisasi secara redaksional dan marketing. Keempat, belum mempunyai kesadaran jiwa kepemimpinan ‘tim’, bukan individual. Kelima, wawasan Alkitab pelaku literatur ini sangat kurang sehingga mereka tidak tahu bagaimana mengupas masalah-masalah secara Alkitabiah. (Xavier Quentiin Pranata, Menulis dengan Cinta, Yogyakarta: Yayasan ANDI, 2002), hlm.38.

Ayo kita lihat susunan pengurus penerbitan-penerbitan GKI, seperti Berkat, Sukita, mitra GKI dll, akan kita temui pendeta, penatua atau aktivis gereja yang awam dibidang media cetak/jurnalis menjadi anggota redaksi atau bahkan ketua redaksi, biasanya juga tanpa Editor, tanpa korespondensi, tanpa pengurus keuangan, tanpa kontributor tetap, tanpa penyandang dana. Mau melayani di bidang literatur? ayo nyemplung bareng2… Akhirnya, mana tahan…

tantangan dari luar

Wah yang ini lebih ‘dahsyat’ lagi, media cetak sekuler yang mengepung, menerobos, menguasai hampir setiap keluarga di negri ini, memiliki andil yang cukup besar dalam membelokan kecenderungan orang-orang Kristen untuk membaca berita-berita baik, media sekuler punya prinsip “bad news is good news”, ini yang mereka produksi dan informasikan setiap hari, luar biasa pengaruh negatifnya terhadap cara pandang orang Kristen terhadap media kristiani. Seolah berita yang benar ya yang banyak beredar di media sekuler, di masyarakat, nilai2 kehidupan yang baik ya yang di media massa sekuler. Ruaaar…biasa

Mereka memiliki tenaga yang trampil dalam penulisan berita, mesin2 percetakan yang canggih dan serba cepat, peralatan pendukung yang komplit, dan juga dana yang gede untuk promosi2 menarik, figur2 selebritis selalu muncul, memiliki organisasi penerbitan dan peredaran yang kuat. Iming2 yang ditawarkan untuk menjadi bagian dari tim sukses media cetak sekuler jauh lebih menarik, sehingga dunia literatur Kristen yang kering finansial menjadi pilihan kesekian. Literatur kristen seolah terkubur.

Media elektronik, seperti radio dan televisi yang dapat dinikmati panca indera kita secara pasif, juga menyerang dengan menceritakan berbagai hal dengan begitu genit dan menariknya, membuat opini publik terbentuk, seolah inilah yang paling tepat, ‘trend setter‘ cocok diikuti. Media visual, ini yang sangat berat untuk ‘dilawan’ media tulis, karena komunikasi visual menyingkap jauh lebih cepat dan lebih banyak makna.

Tentang minta baca masyarakat yang katanya masih rendah, saya lebih enak berpikir bahwa kita harus menyajikan tulisan-tulisan yang ringan dan cukup bermutu, dengan judul-judul yang menarik, bisa :  unik, kontroversial, rahasia, bombastis atau nyleneh2, seperti : IPDN Under Cover, Rapor Merah AA Gym, Kalau Mau kaya Ngapain Sekolah atau Belajar Goblok dari Bob Sadino dsb. Sehingga kita terpacu untuk menulis hal-hal yang menarik pembaca, mungkin saja minat baca yang rendah disebabkan dengan bacaan dan judul yang secara umum kurang menarik, bisa begitukan?

KEKUATAN MEDIA CETAK

Media cetak memang membutuhkan keaktifan kita untuk membaca dan mendapatkan informasi dari padanya, media cetak dapat terus dinikmati tanpa batasan waktu, dapat dibawa kemana-mana dan dinikmati oleh lebih dari seorang, ia sebenarnya merupakan sebuah karunia ‘senjata’ media informasi yang handal. Siapa yang akan memanfaatkan kehandalan sifat2 media ini, kita anak2 Tuhan atau iblis si ular tua itu?

Gereja (GKI) harus mulai dengan kesadaran tinggi dan komitmen kuat disertai hikmat Roh Kudus, menggarap ladang media cetak ini dengan lebih profesional. Tidak malu dan membatasi diri dengan prosedur legal formal ke “GKI”an, mulai mencari tenaga2 profesional untuk membentuk tim media cetak yang tangguh dan berkompeten dalam seluruh aspeknya.GKI yang didirikan karena sobekan media cetak injil Yohanes yang ditemukan seorang pemuda Tionghoa, seyogyanya sadar akan kekuatan media cetak yang hanya dengan sebuah kalimat mampu membuat perubahan radikal, revolusioner, pada kehidupan seorang pemuda yang kemudian mendirikan gereja Tiong-hoa yang merupakan cikal bakal GKI saat ini.

Dibutuhkan visi dan misi yang jelas, kemauan mewujudkannya, ketersediaan dana yang terencana, pelaku2 handal dan profesional dan kerendahan hati terhadap otoritas Firman Tuhan merupakan langkah awal gereja memulai lagi penyampaian informasi via media cetak yang selama ini terkubur. Gereja perlu menjadi kaya dalam berbagai hal2 baik dan kebajikan, jemaat perlu diperlengkapi untuk melakukan perbuatan baik lewat tulisan2 yang membangun.

Berkat

“Berkat” hadir dengan full color di semua halaman, ini cukup membanggakan, apalagi usianya sudah 20 tahun, penyebarannyapun sudah meluas di luar lingkungan GKI, ini berarti Berkat bisa diterima di gereja di luar denominasi GKI. Beberapa waktu yang lalu sempat terpikir untuk menaikkan harga jual Berkat ke jemaat2 pelanggan, jadi ada masalah keuangan juga di Berkat. Mungkin dapat dijadikan pertimbangan bahwa iklan bisa diperbanyak untuk mendukung pemasukan dana, toh sekarang juga sudah ada iklan kan? Jadi tidak ‘tabu’ lagi, malah menurut saya ini harus, konsekwensinya memang majalah ini juga harus meningkat oplag-nya agar para pemasang iklan juga merasakan manfaatnya pasang iklan di Berkat. Menaikkan oplag bisa juga ditempuh dg cara menyajikan penulis2 populer yang mengisi rubrik2 tertentu (atau orang2 populer menulis sesuatu), wawancara dengan artis2 populer juga menjadi daya pikat sendiri untuk pembaca, yah… memang masyarakat masih suka yang begini, masyarakat Kristen pun juga masih senang hal2 populer demikian.

Ayo ‘Berkat’ maju terus, jadilah yang terbaik dan menyenangkan Tuhan di bidangmu. Tuhan memberkati pelayanan seluruh pengurus Yayasan dan Redaksi “Berkat”. Ingat :

Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar untuk menyatakan kesalahan,
untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap2 manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap pekerjaan baik.” (2 Timotius 3 : 16-17)

– yahya djuanda, gki diponegoro, surabaya