You are currently browsing the category archive for the ‘Puasa Nasrani’ category.

Bila elite bangsa, penguasa, penegak hukum, dan bahkan mereka yang menyatakan diri sebagai wakil rakyat, masih terus-menerus dengan serakah dan kasat mata memperkaya diri dengan berbagai cara tidak jujur, maka sebenarnya puasa mereka tiada artinya. Hanya ritual sosial berkala yang sudah jamak dijalankan. Jauh dari makna dan nurani. “Pecah kongsi antara kata dan perbuatan”, istilah Syafi’i Ma’arif dalam sebuah orasi kebangsaan baru-baru ini. Yang lebih memprihatinkan, kelakuan ketidakjujuran mereka ternyata menular semangatnya kepada rakyat kecil. Masih lekat dalam ingatan, seorang murid cerdas yang dipaksa oleh gurunya sendiri jadi “kunci jawaban” untuk kawan-kawannya saat UNAS. Saat dia dan ibunya melaporkan hal ini kepada kepala sekolah, dia dan ibunya harus hengkang dari desanya, diusir para orangtua murid lainnya. Dianggap terlalu jujur, tidak mau berbagi jawaban saat UNAS.

Kitab Nabi Yesaya juga menulis semacam penghargaan, bagi pelaku puasa. Ayat 8 dan 9 memberikan penghiburan, upah dan pengharapan bagi kita pelaku puasa. Bunyinya: (8) “Pada waktu itulah terangmu akan merekah seperti fajar dan lukamu akan pulih dengan segera; kebenaran menjadi barisan depanmu dan kemuliaan Tuhan barisan belakangmu. (9.a) Pada waktu itulah engkau akan memanggil dan Tuhan akan menjawab, engkau akan berteriak minta tolong dan Ia (Tuhan) akan berkata: Ini Aku!

Pelaku puasa akan tampak menonjol dan memiliki kehidupan rohani yang sehat/dipulihkan. Dia akan menjadi terang di tengah keadaan yang suram atau bahkan gelap. Kebenaran yang selalu mengemuka menjadi ciri khasnya. Bila kehidupan rohani menjadi sehat dan dipulihkan, kehidupan jasmani pun akan menjadi tertib dan benar. Ujung-ujungnya, semua upah puasa akan dinikmati oleh pelakunya.

Saat pelaku menerapkan puasanya dengan benar, yang terjadi adalah kemuliaan Tuhan menjadi latar belakangnya, backing-an, mendukungnya, membela, sekaligus melindungi pelaku puasa. Tak perlu lagi backing-an oknum bersenjata. Keren benar janji Tuhan terhadap pelaku puasa. Sesama yang merasakan sentuhan dari pelaku puasa akan melihat dan merasakan bahwa Tuhan Mahahadir dan menolong. Pelaku puasa menghadir-nyatakan Tuhan lewat perbuatan kepada sesama. Tuhan juga berjanji, saat pelaku puasa berdoa dan minta tolong kepada-Nya, Dia hadir. Luar biasa kan janji-Nya?

Puasa ternyata tidak hanya mengosongkan perut dari makanan dan minuman jasmani dalam kurun waktu tertentu. Puasa juga mengajarkan pengosongan diri dan berbuat bagi orang lain di sekeliling kita, dilakukan tanpa batasan waktu, sepanjang kehidupan kita. Puasa bahkan menjadi nilai dasar kehidupan kita bermasyarakat. Kehidupan yang menyapa, menyentuh, menolong, mengangkat sesama, siapapun mereka. Spirit “Spirit Ramadhan” yang selama ini saya baca, ternyata saya jumpai pula dalam Kitab Nabi Yesaya.

Pencipta kehidupan telah menyediakan jalan kebenaran lewat firman-Nya. Mau mengikutinya?

Selamat menjalankan ibadah puasa.

-yahya djuanda

Intisari puasa dan tindakan yang dikehendaki Tuhan dalam kitab Nabi Yesaya bisa  disimpulkan demikian:

Pertama, aktif dalam berbagai bentuk perlawanan terhadap: ketidakadilan, perampasan hak-hak rakyat kecil, kejahatan yang dilakukan oleh penguasa atau pihak yang lebih kuat terhadap pihak yang lebih lemah (kelaliman). Kalau ditarik ke ranah negeri ini, maka perjuangan terwujud dalam kesetaraan di depan hukum, anti korupsi dan suap-menyuap, anti penindasan dan kesewenang-wenangan. Berjuang dengan perbuatan-perbuatan.

Kedua, mengekang, membatasi diri terhadap hal-hal yang kita ingini dan sudah kita miliki. Yaitu dengan cara membagikannya. Berkorban, merelakan apa yang menjadi hak dan kesenangan kita menjadi milik orang lain. Berkorban tidak hanya materi, tetapi juga perasaan, waktu dan tenaga kita untuk orang lain. Tidak peduli apa latar belakang mereka.

Menolong sesama yang tertindas, tersisihkan, terabaikan hak-haknya, tidak mendapatkan keadilan, terbelakang secara pendidikan, dan juga pertolongan secara fisik kepada kaum papa. Jangkauan puasa begitu luas mencakup dan meliputi setiap aspek kehidupan manusia. Kita jadi berani berandai-andai, andai ini dilakukan oleh perseorangan, oleh kelompok kecil masyarakat, oleh kelompok yang lebih besar, apa jadinya lingkungan masyarakat kita? Suasana damai dan saling tolong-menolong yang telah mulai pudar, akan tampak lagi bersinar, bahkan hidup di tengah masyarakat.

Andai ini dilakukan oleh negara dan para pemimpin bangsa/masyarakat, apa jadinya? Sungguh suatu kehidupan yang penuh dengan kedamaian dan keadilan akan merekah dan menebar harum di tengah masyarakat.

Saya teringat suatu episode Kick Andy yang mengundang A-hok (Basuki T. Purnama), mantan Bupati Belitung Timur 2005-2007 (Prov. Bangka Belitung), sekarang anggota DPR dari Partai Golkar. Saat menjadi bupati, dia berhasil membebaskan uang sekolah sampai tingkat SMA sekabupaten Belitung Timur, memberikan pelayanan kesehatan gratis, membangun jalanan mulus sampai ke pelosok daerah. Dia juga sangat anti suap dan berhasil memotong biaya belanja proyek sampai 20%. Oleh sebab itu dia punya anggaran lebih untuk menyejahterakan rakyatnya. Ahok, sosok pemimpin yang dicinta masyarakat dan saat dia maju sebagai calon anggota DPR dalam pemilu 2009, modalnya adalah perbuatan baik kepada masyarakat dan nama baik. Bukan pencitraan dan modal uang politik yang harus dikembalikan kelak.

-yahya djuanda

lanjut…

Tulisan-tulisan di “Spirit Ramadhan” Jawa Pos, menarik dan selalu saya nantikan. Selain menjadi lebih paham tentang arti puasa bagi saudara-saudara Muslim, saya juga dapat mengenal pandangan dan pendapat para penulis, yang sekaligus tokoh Muslim dari berbagai aliran.

Ada tulisan-tulisan yang mengena dan dekat rekat dengan kehidupan bangsa masa kini, saya mengirim sms himbauan ke rekan-rekan Nasrani untuk membacanya. Sambutannya? Ternyata cukup banyak juga yang sering membaca “Spirit Ramadhan”. Bahkan ada beberapa rekan yang pagi itu sudah baca, dan mengatakan artikel tersebut bagus sekali. Ada pula Pemred majalah nasrani minta agar saya menghubungi penulisnya, untuk menulis di majalahnya. Wow…

Saya berpikir, kalau kami yang non-muslim sangat tertarik membaca artikel-artikel “Spirit Ramadhan”, apakah rekan-rekan Muslim juga tertarik untuk membaca pandangan tentang puasa dari pandangan non-muslim? Apakah ini bisa dijadikan semacam berbagi lintas kepercayaan dengan tema yang sama? Apakah ini bisa dianggap sebagai kegiatan saling mengisi? Apakah saya telah berpikir terlalu jauh dan muluk? Akhirnya tanpa melanjutkan berpikir dengan “apakah-apakah” lainnya, saya mulai membuka lap-top dan mulai mengetik. Lakukan saja…

Puasa bagi kaum Nasrani dilakukan secara variatif. Secara normatif, tidak ada penjelasan detail dalam Alkitab tentang bagaimana harus berpuasa makan dan minum. Ketentuan kapan dan harus berapa lama periode puasa juga tidak pernah dijumpai di Alkitab. Ada aliran/denominasi gereja yang melakukan puasa dengan tidak makan dan tidak minum selama 12 jam. Ada pula yang melakukan dengan rela dan ikhlas berpuasa hal-hal yang disenanginya, misalnya: berpuasa merokok, berpuasa tidak makan nasi dan daging, berpuasa tidak nonton televisi dan lain sebagainya. Semuanya dijalankan dalam kurun waktu tertentu, bisa 40 hari seperti yang Yesus Kristus pernah lakukan, bisa genap sebulan, ada pula yang melakukan bersamaan waktu puasa kaum Muslim. Tergantung kesepakatan umat itu sendiri. Apakah ada dasar Alkitab tentang puasa?

Kitab Nabi Yesaya pasal 58, dalam Alkitab adalah tulisan terlengkap tentang makna puasa bagi kaum Nasrani. Walaupun termasuk kitab Perjanjian Lama (zaman sebelum Yesus Kristus dilahirkan), kitab ini sering dikutip untuk menuntun umat di masa kini dalam berpuasa. Ditulis sekitar 700-680SM, cukup kuno tetapi relevansinya dengan hidup kekinian bangsa ini masih sangat terasa, apalagi dengan kondisi kehidupan bangsa kita yang dirundung berbagai masalah.

Di ayat 6, Tuhan menyatakan gaya puasa yang dikehendaki-Nya. “Supaya engkau membuka belenggu-belenggu kelaliman, dan melepaskan tali-tali kuk*, supaya engkau memerdekakan orang yang teraniaya dan mematahkan setiap kuk.” (*kuk adalah kayu melengkung yang ditaruh di tengkuk kerbau, untuk menarik bajak, pedati dsb). Pelaku puasa mewujudkan tindakan nyata kepada sesama manusia dalam hal membongkar kelaliman, dan menolong memerdekakan mereka yang teraniaya. Memerangi kelaliman, memerangi kesewenang-wenangan, mematahkan pengendalian penghidupan orang lain secara tidak sah.

Ayat 7 tertulis, Supaya engkau memecah-mecah rotimu bagi orang lapar, dan membawa ke rumahmu orang miskin yang tak punya rumah, dan apabila engkau melihat orang telanjang, supaya engkau memberi dia pakaian dan tidak menyembunyikan diri terhadap saudaramu sendiri!” Pelaku puasa diminta berbagi dengan orang papa dalam hal sandang, pangan, papan, dan pendampingan terhadap saudara-saudara kita yang membutuhkan.

Kalau berbagi sandang, pangan dan papan merupakan bentuk perhatian secara fisik—jasmani; maka pendampingan berbentuk non-fisik adalah perhatian dan atau tindakan nyata, terhadap saudara-saudara kita yang memerlukan tambahan ilmu pengetahuan, ide-ide bisnis, pelajaran sekolah, bantuan hukum, pencerahan, konsultasi dan lainnya. Sebelas duabelas dengan zakat, bukan? Bukankah para penulis “Spirit Ramadhan” juga telah membagikan kekayaan intelektualnya kepada pembaca Jawa Pos dari segala golongan? Apalagi bila dilakukan dengan sukarela pada bulan Ramadhan, pahala berlipat telah menanti. Sungguh indah.

-yahya djuanda

lanjut…

Masukkan alamat surat elektronik Anda untuk mengikuti blog ini dan menerima pemberitahuan tentang tulisan baru melalui surat elektronik.

Bergabung dengan 2.613 pelanggan lain

Blog Stats

  • 47.928 hits

Arsip