Senang berjumpa denganmu.

Silakan menikmati karya tulis dari halaman ke halaman.  Ada Tips menulis, kamu bisa mulai menerapkannya dan mulai Tulis… Silakan bertanya di Bincang tentang apa saja sekitar menulis, mengedit, … Teman-teman editor dan penulis yang lain, dengan senang hati akan menanggapinya.

Jangan ragu untuk mengirimkan hasil tulisanmu ke admintulistulistulis@gmail.com meski itu tulisan pertamamu yang masih perlu ditulis ulang, itu salah satu tujuan halaman-halaman ini disediakan. Hasil tulisanmu akan dimuat di halaman Tulistulis, dan bila kamu ingin mendapat pendampingan seorang penulis/editor senior maka akan dilayani di halaman Asuh.  Komentarmu yang menyemangati Penulis dihargai.

Kunjungi halaman Asuh,  selamat berjumpa

di Asuh 2 dengan Jeremia Ade Tjandra dan  Jannerson Girsang,

silakan ikut bergabung dengan komentar dan pertanyaan ya!

Ayo, semangat menulis! 🙂

adminTulis…

Daud Adiprasetya, James Y. Wijono, Eva Kristiaman.

Baru hitungan bulan Basuki Tjahja Purnama alias Ahok menjadi salah satu kandidat calon Wakil Gubernur DKI Jakarta pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2012. Namun demikian sudah hitungan puluhan tahun Ahok terlahir sebagai keturunan Cina dan beragama Kristen. Tak pelak lagi keberadaan lahiriah yang tak bisa ditolaknya, telah membuatnya diserang dengan isu agama dan ras, terutama memasuki pemilihan putaran kedua 20 September 2012 yang akan datang.

Haruskah seseorang ditolak karena eksistensinya sebagai ‘cina’ dan kristen? Benarkah negeri ini hanya diperuntukkan bagi ras, suku dan agama tertentu saja?

Indonesia memang negeri mengherankan. Manusia seolah dihitung berdasar angka saja, sehingga bisa ditentukan siapa mayoritas dan minoritas, bukan berdasar kualitasnya. Walau manusia secara hakiki adalah sama dihadapan Tuhan, tapi orang-orang yang melabelkan dirinya agamawan telah menjadi tuhan baru dengan semua titahnya. Bahkan penyanyi dangdut Rhoma Irama mampu berujar, “Kita tak boleh dipimpin oleh orang non muslim sebab mereka adalah kafir!” Duh, aku dan mungkin kamu, disebut kafir! Mengenaskan hidup di negeri ini.

Menarik ketika diskusi awal Agustus lalu, Ahok berkata, “Orang kristen jangan begitu saja pilih saya. Periksa dulu apakah saya pengikut Yesus atau pengikut Yudas?” dua tokoh ‘Y’yang berbeda jalan sejarahnya. Kalau Yesus bertindak adil tanpa suap, maka Yudas berorientasi pada uang. Ingat, ketika Yudas menjual Yesus demi beberapa keping mata uang.

Pernyataan Ahok bukan untuk perjuangannya memenangkan Pilkada, tapi hasratnya yang menjadi obsesi bersama, agar orang tak memilih seseorang karena agama, suku atau berdasarkan ras.

Melalui Pilkada Jakarta hendak dicapai kesejatian Indonesia, bahwa kelak kompetisi haruslah didasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan integritas seseorang. Ini bukan mimpi. Proses ini sedang terjadi dan harus terus didorong dengan aktif untuk menghidupkan terus keadilan, kesetaraan dan prinsip non diskriminatif.

Karena itu kita hentikan labelisasi agama yang mendorong agamawan memilih-milih seseorang berdasarkan kesamaan agamanya. Sebaliknya, pilihlah seseorang siapapun dan darimana asalnya, dan apapun agamanya, berdasarkan karakternya “Yesus” dan bukan seorang dengan sifat-sifat “Yudas”.

Selamat datang pemimpin Jakarta!

– Marim Purba

Pada akhir abad ke-19, lahir dan muncul pelukis-pelukis maestro pada zaman tersebut, seperti Pierre A. Renoir, Henry Mattisee, ataupun Pablo Piccaso. Pada saat itu masyarakat di Barat sedemikian mengagumi dan menghargai hasil karya indah para pelukis.

Emmanual Ninger, seorang pelukis imigran asal Jerman yang merantau sampai ke Hoboken, New Jersey. Ninger mengelabui para tetangganya dengan mengarang cerita bahwa kekayaan yang ia milki sekarang berasal dari hasil pensiun sewaktu menjadi tentara di negaranya. Ia kemudian menjadi orang yang terpandang di lingkungannya karena tergolong kaya pada zamannya. Salah satu kebiasaannya adalah mengunjungi tempat minum yang ada di kota tersebut. Sang pemilik sangat menghormati dan mengagumi Mr. Ninger.

Pada suatu hari, sang pemilik tampak sibuk membersihkan tempatnya, dan pada saat yang bersamaan Mr. Ninger membayar minumannya sebelum beranjak meninggalkan tempat itu. Namun setelah menerima lembaran pecahan 20 dolar dengan tangan yang basah, sang pemilik bar itu melihat sesuatu yang aneh dari lembaran uang dolar tersebut. Uang tersebut terlihat luntur ketika dipegang oleh jarinya yang basah. Ia merasa semakin aneh karena di jari-jarinya tertinggal tinta dari lembaran uang itu. Ia sangat yakin bahwa uang itu adalah uang asli apalagi yang memberikan kepadanya adalah seorang yang terpandang.  Karena tetap saja curiga dan penasaran, akhirnya ia melaporkan hasil penemuannya kepada polisi.

Setelah mendapatkan surat perintah, polisi segera mendatangi rumah Mr. Ninger. Polisi menemukan hal yang luar biasa, di bagian atas langit-langit rumahnya ditemukan ruangan tersembunyi, di dalamnya banyak lembaran-lembaran uang palsu baik yang telah diselesaikan maupun yang sedang dalam proses pengerjaan. Kepiawaian Mr.Ninger melukis uang dolar tidak dapat diragukan sebagai hasil karya dari seorang artis yang sempurna.

Emmanual Ninger yang juga mendapat julukan “Jim the Penman” ternyata adalah seorang ahli pengganda uang palsu yang akhirnya diringkus pada tahun 1896. Beserta uang-uang palsu disita pula tiga lukisan potret diri Mr.Ninger. Setelah penangkapannya, tiga lukisan potret dirinya dilelang dan mampu menghasilkan penjualan 5,000 dolar lebih untuk setiap lukisan. Dan cerita yang paling tragis adalah waktu yang dibutuhkan untuk melukis selembar uang dolar tiruan sama lamanya dengan waktu yang dibutuhkan untuk melukis selembar potret dirinya. Emmanual Ninger dikenang sebagai pelukis yang mencuri arti kesuksesan yang terdalam dari dirinya.

Success Journey

Sulit Dimengerti. Mengapa Mr. Ninger lebih memilih berjerih lelah untuk melakukan pelanggaran hukum terhadap negara,  padahal dia memiliki kesempatan dan kemampuan, untuk meraup penghasilan besar yang halal, bermutu tinggi dan terhormat. Bukankah perbuatan Mr. Ninger tadi mengingatkan kita kepada orang-orang yang menjalankan hidup keagamaan, disertai kepatuhan yang luar biasa, sampai dirasakan sebagai beban yang berat, namun tidak dihargai oleh Tuhan.  Sementara itu Tuhan lebih berkenan kepada para penyembah sejati yang melakukan ibadahnya dengan segala ketulusan hati dan sukacita.

– daud adiprasetya

lanjut…

A Fellowship of Friends: The Christian Writer Group.

Masukkan alamat surat elektronik Anda untuk mengikuti blog ini dan menerima pemberitahuan tentang tulisan baru melalui surat elektronik.

Bergabung dengan 2.613 pelanggan lain

Blog Stats

  • 47.924 hits

Arsip